Cara Menjual Gagasan

Bagaimana cara menjual gagasan perubahan? Apakah sebaiknya kita membuat proposal dan solusinya atau mulai dengan mematangkan ide perubahan dan strateginya?

Sebagai organisasi masyarakat sipil atau organisasi non pemerintah atau organisasi non profit, kita dituntut untuk selalu melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak. Apalagi, pada saat kita memiliki suatu ide perubahan.

Ide perubahan itu terus menerus dan berkelanjutan, bukan hanya suatu kegiatan untuk sekali training atau sekali penerbitan, atau sekali event. Sebab ide perubahan itu meliputi serangkaian kegiatan multi layer, yang memungkinkan terjadinya perubahan pada  berbagai level. Bisa di level individual, level organisasi maupun level sistem.

Karena itu, penting untuk selalu didorong bahwa perubahan-perubahan itu bisa bersifat permanen bisa berkelanjutan apabila perubahannya di tingkat sistem.

Ketika kita ingin menjual ide, terkadang kita terburu-buru membuat sebuah proposal, lalu memunculkan solusi-solusi yang kita bayangkan akan bisa menjawab apa yang menjadi minat kita.

Sebenarnya  dalam upaya menjual ide, kita harus berangkat dari visi dan misi organisasi serta nilai -nilai organisasi. Sebab visi dan misi organisasi adalah jantung atau arah atau pijakan, bahkan juga bisa menjadi semacam obor bagi kita dalam merancang apapun.

Jadi, apa yang kita lakukan itu, harus nyambung dengan misi kita. Tidak bisa kita melakukan atau menjual ide yang jauh dari misi kita. Jadi, sebelum kita menjual ide, yang pertama sekali  tolong bereskan misi organisasi kita dulu!

Misi yang baik adalah misi yang, pada keadaan tertentu seakan ‘dia memanggil kita’ atau  attrack kita untuk  mau melakukan apa yang harus kita lakukan dalam  mewujudkan visi dan misi organisasi, tentunya dengan nilai-nilai organisasi yang kita yakini.

Kalau misi ini sudah jelas, selanjutnya dengan mudah kita bisa menurunkan menjadi ide-ide jangka menengah. Dalam hal ini, kita bisa melanjutkan membuat apa yang disebut dengan theory of Impact.

Theory of impact memungkinkan kita memiliki peta tentang kondisi-kondisi apa saja yang harus terwujud, supaya tujuan -tujuan kita bisa terwujud pada tiga dan lima tahun ke depan.

Karena itu, kita membuat peta dari kondisi itu, dilengkapi dengan penghubung – penghubungnya. Apakah kondisi itu  harus terjadi dulu baru berikutnya, atau harus paralel dimiliki, apakah harus sinergis, itu harus kita bayangkan sebagai kondisi-kondisi yang harus kita wujudkan.

Nah, pada setiap kondisi – kondisi itu, harus ada asumsi -asumsi yang kita gunakan. Mengapa demikian? Karena kondisi yang sama belum tentu mempunyai asumsi yang sama, kalau kita berbeda organisasi. Contohnya pada organisasi Inspirit. Inspirit berfokus pada peningkatan kapasitas. Maka asumsi yang organisasi dimiliki untuk bisa mewujudkan tujuan-tujuan strategis yang kita bayangkan, adalah bahwa ‘’Kita sangat percaya, bahwa perubahan-perubahan apapun selalu dimulai oleh orang!’’

Karena itulah, intervensi yang kita lakukan adalah ‘mengganggu’ atau meningkatkan kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki individu-individu agar mampu melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang kita bayangkan, supaya kondisi-kondisi itu terwujud!

Jadi, kami sebenarnya hanya melakukan intervensi di tingkat individu. Maka pada saat kita melakukan berbagai event, kita selalu fokus pada siapa yang harus hadir pada training kami. Dan training yang dimaksudkan, bukan sekedar hanya kegiatan melainkan sudah menjadi sebuah strategi. Inilah yang bedanya, kalau kita  membuat theory of impact.

Pada Organisasi yang lain, boleh jadi tidak percaya bahwa individu bisa melakukan perubahan.  Maka yang harus diubah adalah ‘organisasi’. Namun, untuk mengubah organisasi tentunya lebih sulit dibandingkan dengan mengubah orang per orang.

Pada Organisasi yang lain lagi, boleh jadi mereka tidak percaya pada peningkatan kapasitas atau peningkatan kemampuan organisasi, tetapi (mereka percaya) bahwa yang bisa disebut ‘perubahan’ itu, kalau ada perubahan sistem.  Maka, dalam hal ini, intervensinya adalah di level kebijakan, level politik, level hukum dan regulasi, dan lainnya.

Nah, apa yang penting sampaikan di sini, adalah bahwa pada saat kita menjual ide, harus terlebih dulu diperjelas antara lain; apa misi  dan nilai-nilai yang kita bangun dan apa tujuan-tujuan strategisnya?

Juga seperti apa kondisi-kondisi yang ingin diwujudkan dan strategi apa yang kita gunakan untuk mewujudkan kondisi-kondisi itu? Disini lah pentingnya mengetahui, siapa sebenarnya target perubahan kita.  

Selanjutnya, kalau sudah ada teori of impact seperti itu,  kemudian bisa dilanjutkan dengan mengembangkan theory of action atau teori kegiatan.

Teori kegiatan bisa dibuat misalnya dengan menggunakan log frame atau menggunakan proposal teknis atau proposal kegiatan.

Jadi untuk kawan-kawan yang  kemarin bertanya, tentang bagaimana caranya menjual ide, maka pada intinya, matangkan dulu idenya dengan memperjelas visi dan misinya, juga jelas tujuan- tujuan strategis yang ingin diwujudkan. Rumuskan strategi apa saja yang akan dilakukan organisasi untuk mewujudkan kondisi-kondisi yang ingin diwujudkan tersebut, dilanjut dengan mengelaborasi kondisi-kondisi antara atau medium apa saja yang harus ada, sehingga tujuan akhir bisa diwujudkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *