Holding Change: Seni Merawat Perubahan

Oleh Dani Wahyu Munggoro, INSPIRIT

Kita sering merasa harus mengendalikan waktu. Padahal, waktu adalah sungai yang tak pernah bisa dihentikan. Maka, adrienne maree brown mengajak kita untuk belajar merawat perubahan itu sendiri, alih-alih melawannya.

Sebuah ruangan tak pernah hanya berisi orang. Ia selalu menyimpan getaran, juga ingatan. Maka “holding change” adalah seni memegang energi yang tak terlihat itu, agar ia bisa mengalir pada alur yang semestinya.

Fasilitasi bukanlah sekadar memimpin rapat. Mediasi bukan hanya menyelesaikan sengketa. Keduanya adalah praktik sakral untuk memudahkan orang-orang menemukan jalan bersama, bukan sekadar jalan keluar.

Perubahan besar tak pernah datang tiba-tiba. Ia tumbuh dari yang kecil, dari yang remeh. Oleh karena itu, kita harus merayakan setiap langkah kecil, karena ia adalah cermin dari langkah besar yang akan terjadi kelak.

Kepercayaan adalah fondasi yang paling rapuh. Ia tak bisa dipaksa, apalagi dibeli. Fasilitator harus sabar merajutnya dari isyarat-isyarat kecil, dari kerentanan-kerentanan yang jujur.

Tanpa kepercayaan, sebuah pertemuan akan menjadi panggung sandiwara. Orang-orang hanya akan hadir, tapi tidak ada di sana. Ruang menjadi penuh tapi kosong, karena tidak ada yang berani membuka diri.

Konflik bukanlah sebuah kegagalan. Ia justru sebuah sinyal. Ia menunjukkan adanya kebutuhan yang belum terpenuhi, atau sebuah kebenaran yang belum diucapkan.

Mediasi adalah undangan untuk menghadapi sinyal itu. Ia membuka pintu untuk percakapan yang jujur, tapi tetap penuh kasih. Agar kita bisa saling memahami, bukan hanya saling menyalahkan.

Sistem seringkali mengajarkan kita untuk berpikir tunggal. Nora Bateson menyebutnya “Mono-Cropping Mental”. Kita dipenjara oleh narasi kausalitas yang lurus, padahal dunia itu penuh liku-liku.

Ia mengkritik kepemimpinan yang heroik dan tunggal. Kepemimpinan bukanlah anugerah dari surga, melainkan sebuah produk dari komunitas. Pemimpin sejati adalah ia yang berani melayani, lalu mundur dengan anggun.

Nora Bateson melihat ada “orang bodoh yang melihat garis batas”. Ia adalah orang yang terjebak dalam dikotomi dan biner, tidak melihat keindahan dari keragaman. Kita harus belajar untuk mengubah pikiran, karena itu adalah tanda dari sebuah proses pembelajaran yang hidup.

Pengampunan bukanlah sebuah hadiah yang bisa diberikan. Ia adalah sebuah proses, sebuah perjalanan yang panjang. Kita harus melepaskan niat balas dendam, dan belajar dari setiap luka yang ada.

Ekonomi kita cenderung trivial, mereduksi segala sesuatu menjadi objek. Ia memotongnya dari konteks, membuatnya bisa dijual-beli. Bateson mengajak kita membayangkan ekonomi non-trivial, yang tak mengkomodifikasi kehidupan.

Ia menentang sistem ekonomi yang mengukur nilai dari kepemilikan. Nilai sejati ada pada hubungan, bukan pada harga. Maka kita harus menemukan mata uang yang bisa menggambarkan dan merayakan hubungan itu.

Fasilitasi, dalam pandangan adrienne maree brown, adalah tindakan politik yang transformatif. Ia menantang warisan kolonial yang memisahkan manusia dari kemanusiaannya. Keadilan sejati tak bisa tumbuh di atas fondasi yang rapuh.

Kita semua punya “sihir” di dalam diri. Magic bukanlah karisma, tapi sebuah kehadiran yang mengubah. Fasilitator adalah orang yang memberi ruang bagi “sihir” itu untuk muncul, menjadi kekuatan kolektif.

Buku ini juga berbicara tentang “masalah” partisipan dengan penuh empati. Mereka bukanlah orang yang harus disingkirkan, tapi orang yang harus dipahami. Kita harus mencari kekuatan yang tersembunyi di balik setiap tingkah laku yang menantang.

Fasilitasi lintas perbedaan adalah pekerjaan yang paling mendesak. Kita hidup dalam ekosistem yang diajari menjadi monokultur. Maka fasilitasi harus menjadi sebuah jembatan yang menghubungkan, dan merayakan, setiap perbedaan yang ada.

Harapan bukanlah sebuah khayalan yang manis. Ia berakar pada optimisme yang dipraktikkan, dari perilaku yang terus diubah. Fasilitator membantu menumbuhkan harapan itu, dengan memberikan kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Pada akhirnya, Holding Change adalah sebuah undangan yang lembut. Ia mengajak kita untuk melepaskan kendali dan kepunahan. Agar kita bisa menyadari bahwa kebebasan dan kasih sayang itu adalah tujuan, sekaligus jalan, dari sebuah perubahan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *