Menjadikan Semua Orang Istimewa
Strengths Based Thinking atau Berfikir Bertumpu pada Kekuatan adalah cara mudah menjadikan semua orang itu istimewa. Strengths Based Thinking di mulai dengan mengubah cara kita melihat segala hal. Kemudian ubahlah cara kita melihat diri kita, lantas ubahlah cara kita melihat orang lain, kemudian yang terakhir ubahlah cara kita melihat situasi.
Semalam saya menerima WA dari seorang kawan di Bandung, yang menanyakan bagaimana cara untuk memastikan bahwa Organisasinya bisa semakin berbinar-binar dengan kekuatannya dan bisa bekerja melampaui kapasitasnya?
Di dalam dunia digital seperti ini atau knowledge society atau masyarakat yang berpengetahuan –karena informasi berkelimpahan di internet– kita bisa belajar dari channel-channel digital. Salah satu yang bisa kita pelajari adalah strength-based thinking (SBT).
Pendekatan ini, boleh jadi relatif baru, yang merupakan lawan dari pendekatan yang dominan dilakukan selama ini, yakni deficit base thinking (DBT).
Strengths-Based thinking
Apa itu SBT? Stengths Based Thinking adalah cara kita melihat segala sesuatu di dunia ini dari perspektif strength atau kekuatan. Sedangkan deficit base thinking selalu berpikir atau melihat segala sesuatu di dunia ini dengan melihat apa yang kurang.
Selama kita belajar di sekolah-sekolah, yang sering diajarkan adalah DBT, yaitu bagaimana kita bisa melihat masalah dan kemudian memecahkannya menjadi solusi.
Karena itu, kalau ujian atau kalau zaman saya namanya ulangan, itu sering disebutnya soal, yaitu harus memecahkan soal, yaitu masalah karena masalah esensinya adalah sesuatu yang kita tidak inginkan atau tidak ada di kita, tetapi kita ingin pecahkan atau cari solusinya.
Sedangkan di SBT, cara berpikirnya adalah bahwa setiap orang itu sudah keren. Tinggal bagaimana kita menciptakan lingkungan yang membuat kekuatan-kekuatan itu menjadi muncul dan kemudian dimanfaatkan oleh orang itu dan juga organisasinya, untuk mencapai kemampuan yang luar biasa atau bagaimana kemampuannya berfungsi sesuai kapasitasnya.
Pendekatan SBT itu, ada satu keyakinan yaitu change the way you see everything. Jadi bagaimana kita melihat segala hal dari perspektif yang berbeda. Mengapa demikian? Karena sebenarnya ada satu teori yang lain, yang sering juga dipakai oleh kawan-kawannya SBT, misalnya appreciative inquiry, yang menyebutkan bahwa language create reality. Jadi bahasalah yang membentuk kenyataan kita, sehingga di dalam SBT sering diungkapkan dekat dengan bahasa.
Temukan Kekuatan Diri
Karena itu, kita bisa mulai dari tiga pikiran yang sering muncul dari Strength Based Thinking. Yang pertama: Change the Way You See Yourself. Jadi, ubahlah cara kita melihat diri sendiri, karena bahasa itu adalah menciptakan kenyataan.
Kalau kita fokus pada kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh seseorang, bisa bakatnya, bisa juga apa yang sering dilakukannya, kemudian apa yang pernah diselesaikan untuk mengerjakan sesuatu, maka di situlah sebenarnya selalu melekat apa yang sering disebut sebagai KEKUATAN DIRI.
Jadi, di dalam SBT satu hal yang paling penting atau tahap pertama yang harus dilakukan; orang harus menemukan kekuatan diri. Caranya sebenarnya adalah dengan melihat pengalaman-pengalaman di masa lalu, yang merasa pengalaman-pengalaman itu keren, beda, berani, dan cukup sesuai dengan apa yang diinginkan.
Nah di sini juga sering disebutkan bahwa pada setiap orang, itu selalu memiliki kekuatan! Atau dengan kata lain, sering disebutkan bahwa semua orang itu istimewa.
Karena semua orang itu istimewa, semua orang selalu memiliki kekuatan dirinya. Nah cara mengungkapkannya adalah bahwa kita harus kembali ke masa lalu, tetapi bukan mencari sesuatu yang tidak ada di dalam diri kita, tapi justru menemukan cerita-cerita, yang kemudian mewakili apa yang menjadi kekuatan-kekuatan yang kita miliki. Boleh jadi pernah naik gunung. Misalnya, pernah naik Gunung Gede atau Gunung Pangrango, di Jawa Barat atau bisa juga Gunung Merbabu di Jawa Tengah atau Semeru di Jawa Timur. Tetapi esensinya adalah bahwa selalu di dalam hidup kita itu, ada petualangan-petualangan yang membuat kita berhasil melakukan sesuatu. Misalnya juga bisa belajar sepeda, belajar menyetir mobil, masuk ke sekolah favorit atau naik kelas atau lulus dari sebuah perguruan tinggi, itu selalu di dalam keberhasilan kita melakukan sesuatu, ada kekuatan-kekuatan diri yang melekat di dalam diri kita.
Kekuatan itu bisa berupa ; keberanian, percaya diri, selalu belajar atau orang yang cepat belajar atau selalu suka menganalisis sesuatu untuk bisa memecahkan masalah yang dihadapi, atau tidak akan pernah berhenti kalau tujuan belum tercapai. Bisa dikembangkan terus-menerus.
Jadi setiap orang sebenarnya bisa sesegera mungkin menemukan tiga sampai lima kekuatan diri yang diyakini. Ini bukan kata orang, tetapi yang diyakini (oleh diri sendiri). Semakin banyak kekuatan kita, tentu kita semakin percaya diri dan bisa mencapai segala hal yang di luar atau di atas kapasitas kita.
Change the way you see others
Nah bagian yang kedua, itu sering disebut sebagai change the way you see others. Nah, mengapa penting untuk mengubah cara kita melihat orang lain? Karena mau tidak mau di jaman yang disebut knowledge society semacam ini, dunia ini semakin tidak pasti, tafsir sendiri bisa bermacam-macam, orang menyebutnya ambigu.
Jadi perkara baik dan buruk di jaman seperti ini, kadang sangat sulit dibedakan di jaman seperti ini. Karena kalau ada yang baik, kemudian yang buruk muncul. Dan kalau ada yang buruk, yang baik muncul juga. Kadang kita sulit menentukan mana yang sebenarnya menjadi kenyataannya.
Nah, di dalam change the way You see others, kita melihat semua orang itu istimewa, semua orang sifatnya original semua orang itu ingin didengarkan. Semua orang itu, memiliki sesuatu yang khas. Karena itulah pada saat kita bisa mengubah cara kita melihat orang lain, maka kita bisa bekerja sama dengan banyak orang. Bahkan kalau kita bertemu dengan pelanggan kita. Kita juga melihat dari sisi orang itu. Orang menyebutnya di sini EMPHATY. Caranya seperti apa? Ya dengan mendengarkan, menyimak apa dikatakan. Dengan cara itu saja, orang merasa bahwa kita sudah menghargainya, apalagi kalau kita ingin melakukan kolaborasi. Maka kita sebenarnya mengeksplorasi kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh calon mitra kita.
Karena itulah kalau kita fokus pada strength dan orang lain juga fokus pada strength, kemungkinan kolaborasi yang keren itu mudah terjadi. Caranya adalah dengan bertukar cerita tentang masa lalu yang pernah dilakukan dan juga bertukar cerita tentang impian-impian yang ingin diwujudkan, maka kita bisa lebih mudah untuk berkolaborasi dengan banyak orang.
Change the way you see situation.
Bagian ketiga atau terakhir adalah change the way you see situation. Kadang kita sering melihat bahwa situasinya tidak sempurna, situasinya tidak membantu kita untuk mencapai tujuan kita. Karena itu kita sering curhat atau mengeluh bahwa: “Kalau saya ada di sana lebih keren ya, daripada saya ada di sini”. Atau “Saya kalau dipindah ke sana, itu ebih basah daripada di sini”.
Nah, situasi seperti ini sebenarnya tidak terlalu membantu. Karena itulah dalam SBT kita menyebutnya justru Change the way you see the situation, situasi apapun itu akan selalu dilihat sebagai peluang!
Karena itu kita tidak bisa mengeluh. Mau ada pandemi, apakah kita dikirim ke tempat yang justru pasarnya paling sedikit, dan sebagainya. Itu kesempatan kita untuk menunjukkan sesuatu yang luar biasa dari kita.
Kalau dipikir-pikir, sebenarnya banyak orang yang kemudian menjadi orang besar, itu karena pernah memecahkan atau pernah bekerja di lokasi-lokasi yang sangat buruk atau di dalam situasi – situasi yang sangat buruk.
Karena di dalam percakapan antara direktur atau para pimpinan, kalau memilih orang kadang melihatnya adalah: apakah kita pernah melakukan sesuatu, apa yang pernah mereka lakukan untuk perusahaan. Biasanya orang akan melihat, kalau kita selalu berhasil memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi dalam keseharian sebuah organisasi. Orang lain akan melihat dari sisi itu. Karena itu di sini, kita harus mengubah semua situasi itu menjadi peluang-peluang untuk melakukan kreativitas.
Karena itulah di sini kita harus mulai dengan Open Mind, yaitu mulai membuka pikiran kita. Yang kedua adalah Open Heart, ya kita harus menguatkan keterampilan merasakan apa yang kita lihat. Jadi bukan sekadar melihat apa yang kita lihat tetapi justru merasakan apa yang kita lihat.
Kemudian yang ketiga adalah Open Will. Kita juga sudah memasrahkan bahwa situasinya itu akan seperti ini. Dengan cara ini, kita di dalam spiritualitas meneguhkan diri bahwa apapun ynag terjadi, terjadilah. Jadi disini ada semacam konsep letting go. Bahwa saya sudah berusaha keras membuka pikiran-pikiran saya, saya juga berusaha keras membuka perasaan- perasaan saya, saya juga membuka untuk kemungkinan-kemungkinan baru. Inilah yang disebut open will.
Di saat saat itulah kita akan mengambil dari masa depan apa yang disebut dengan letting in. Masa depan kadang sama-sama tidak bisa kita lihat, tetapi dengan open mind, open heart dan open will, masa depan itu seperti panggilan.
Pernahkah kita merasakan, tiba-tiba bangun tidur atau malam-malam terbangun, kemudian muncul ide baru. Nah itu yang disebut letting in. Ketika ada letting in itulah kemudian kita bisa menata langkah-langkah baru yang kemudian bisa membantu kita memecahkan masalah yang ada di situasi yang kita hadapi.
Jadi, kesimpulan di dalam meihat strength based thinking ini, adalah:
Pertama adalah change the way you see everything. Ubahlah cara kita melihat segalanya. Yang lemah dlihat kekuatannya, yang buruk dicari yang baiknya, yang gagal dilihat keberhasilannya.
Kedua, change the way you see yourself, ubahlah cara kita melihat diri sendiri;
Ketiga, change the way you see others atau ubahlah cara kita melihat orang lain; dan
Terakhir, change the way you see situation atau ubahlah cara kita melihat situasinya. Ubahlah segala situasi menjadi peluang-peluang untuk kita maju ke depan.
Demikian review dari Strength Based Thinking atau cara Berpikir Bertumpu pada Kekuatan, yang penting kita cermati bersama.