Organisasi Fractal: Ketika OMS Meniru Brokoli

Oleh Dani Wahyu Munggoro

Organisasi, bagi sebagian orang, terdengar kaku dan membosankan. Tumpukan birokrasi dan aturan yang bikin pening. Tapi Pravir Malik punya ide gila: organisasi masyarakat sipil (OMS) itu kayak brokoli

Ide gila ini tercetus dalam bukunya, “The Fractal Organization: Creating Enterprises of Tomorrow”. Di situ, Malik mengupas tuntas bahwa fraktal tidak hanya ada di alam, tapi juga dalam setiap sendi kehidupan organisasi.

Brokoli itu, kalau diamati, punya pola unik. Ada bagian kecil yang mirip dengan keseluruhan brokoli utuh. Namanya brokolet.

Ini yang disebut fraktal. Pola yang berulang pada skala berbeda. Mirip seperti awan, kepingan salju, atau bahkan jaringan pembuluh darah kita.

Nah, Malik bilang, organisasi masyarakat sipil itu juga fraktal. Dari individu terkecil sampai lingkup global raksasa. Semuanya punya esensi yang berulang.

Bahkan, dia nyambungin ini ke tarian Bumi dan Matahari. Ada tiga fase dasar: fisik, vital, dan mental. Ini DNA kehidupan.

Fase fisik itu soal struktur, yang kelihatan mata. Kalau di organisasi masyarakat sipil, ya aset fisiknya, kantornya. Stabil, tapi cenderung kaku.

Fase vital itu tentang energi dan pergerakan. Arus dana, emosi, semua yang dinamis. Serba cepat, kadang serakah.

Fase mental itu ide dan pemikiran. Soal tujuan, makna, dan bagaimana kita beradaptasi. Ini fase paling cair dan progresif.

Yang keren, kemajuan itu terjadi kalau kita bergerak dari fisik, ke vital, lalu ke mental.  Bukan lompat-lompat tak jelas. Ini resep paten alam.

Malik menyebutnya “tangga fraktal”. Setiap anak tangga, dari individu sampai sistem, mencerminkan pola fisik-vital-mental ini.

Kalau individu bisa menguasai pola ini, dia bisa pengaruhi dunia.  Jadi agen perubahan. Luar biasa, kan?

Sayangnya, banyak organisasi masyarakat sipil masih terjebak di fase fisik atau vital. Terlalu fokus pada rutinitas dan pendanaan semata. Lupa esensi “mental”.

Lihat saja krisis keuangan global atau perubahan iklim. Itu alarm keras dari alam. Akibat kita terlalu vital dan serakah.

Program masyarakat sipil modern, kata Malik, kayak “hewan vital”. Maunya untung terus, tanpa peduli dampak sosial dan lingkungan.

Ini menciptakan “fraktal bertentangan”. Pola-pola yang menghambat kemajuan. Bikin kita stuck di zona nyaman yang menyesatkan.

Padahal, ada kekuatan tersembunyi. Malik menyebutnya “kemajuan”. Dia omnipresent, omniscient, omnipotent, dan omnicaring.

Kemajuan ini seperti Ibu yang peduli.  Dia selalu mendorong kita untuk berevolusi. Keluar dari zona nyaman menuju potensi tertinggi.

Jadi, tantangan kita hari ini: beranikah kita bergeser? Dari mentalitas serba fisik-vital menuju mental-intuisi.

Ini bukan cuma soal program, tapi soal hidup. Mengubah cara pandang kita terhadap dunia. Dari sekadar roda gigi menjadi pencipta sejati.

Pemimpin masa depan, kata Malik, harus jadi “holistik”. Mengintegrasikan fisik, vital, dan mental dalam setiap keputusan.

Mereka harus berani melawan arus.  Memunculkan keunikan. Bukan sekadar meniru kesuksesan lama.

Ini jalan yang tidak mudah. Penuh rintangan. Tapi hasilnya, dunia yang lebih berkelanjutan dan penuh kemungkinan.

Masa depan organisasi masyarakat sipil bukan lagi tentang maksimalisasi program. Tapi tentang ekspresi tujuan yang lebih dalam.

Bayangkan organisasi masyarakat sipil yang akarnya adalah pelayanan, petualangan, pengetahuan, dan harmoni. Bukan lagi eksploitasi.

Itu impian “Organisasi Fraktal”. Sebuah tatanan di mana setiap bagian, dari individu sampai sistem, bekerja selaras dengan kemajuan alam semesta.

Jadi, kalau brokoli bisa jadi inspirasi, kenapa kita tidak? Mari jadi “brokoli” yang sejati. Tumbuh ke atas, menciptakan keindahan dan makna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *