Eksplorasi Energi Panca Indra

Rivani (Bogor), Claudia (Jakarta) dan Rani (Yogya) berkisah tentang  bagaimana mereka mengaktivasi energi di dalam diri mereka, selama mengikuti Vibrant 34.

Selama dua hari pertama, peserta sengaja tidak diperkenalkan apa itu Vibrant Facilitation Skills. Peserta langsung terjun melakukan  berbagai aktivitas; mulai dari menggambar, menyanyi dan menari tanpa mengetahui apa tujuan akhirnya.

Mereka kemudian diminta merefleksikan apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka bisa pelajari, tentang bagaimana mengaktifkan pancaindra dalam proses fasilitasi.

Mari kita simak kisah  Trio luar biasa (Rivani, Claudia dan Rani) peserta Vibrant 34.

Pada hari ini kami mempelajari sesuatu yang sangat berkesan sekali buat kami, dan banyak memberikan impresi dan mengubah banyak perspektif kami yaitu tentang, komunikasi interpersonal.

Dari pagi sampai sore, kami belajar tentang teknik verbal dan non-verbal. Seperti body language, menari bersama, merancang sebuah model menari, yang bisa menyalurkan energi kepada semua teman-teman yang ada di dalam proses pelatihan ini.

Kami belajar bagaimana menggunakan imajinasi untuk membangun mimpi-mimpi dan bagaimana kami bisa mencapainya, dengan cara-cara mengeluarkan energi yang ada di dalam diri kami dan juga mengajak semua orang untuk bisa saling membantu.

Kami menangkap kesan bahwa sebuah mimpi itu merupakan suatu energi.

Ketika kita melakukan suatu gerakan; apakah membuat koreografi  atau belajar menyalurkan suara dan energi ke pada orang lain, hal itu membuat suasana menjadi lebih hidup! ‘’Karena orang lain, juga merasakan apa yang kita rasakan dan kita juga merasakan apa yang orang lain rasakan,’’ ujar Claudia.

Sementara, menurut  Rani Ketika merefleksikan apa yang dirasakannya, mengatakan bahwa mereka sudah belajar melakukan sinkronisasi suara lewat LAGU, terus melakukan  koreografi lewat GERAKAN, setelah itu mereka melakukan  visualisasi lewat MENULIS dan MENGGAMBAR.  Setelah itu, kita juga saling bertemu.  ‘’Jadi semua (yang kita alami) lewat  lima  panca indra itu, kita keluarkan!’’

Ketika proses fasilitas itu terjadi, terutama yang  membuat saya cukup terkesan, lanjut Rani, adalah ketika mereka diminta melemparkan suara, lingkar satu, yang digambarkan  seperti bola energi.

‘’Jadi Ketika bola energi itu dilempar, ada suara kecil yang menangkap. Ketika bola energi lebih besar, ada suara yang lebih besar lagi yang menangkap,’’

Rivan mengatakan, semua pancaindra kita bekerja di dalam proses pelatihan ini. Seorang fasilitator, itu bukan sekedar bisa menangkap apa yang disampaikan para peserta, kemudian menganalisisnya, tetapi juga bisa menggerakkan seluruh pancaindra dari peserta.  Jadi membangun imajinasinya, seperti itu.

Sementara, apa kesan Claudia ketika merasa ada bola  imajiner, terus diminta memanggil nama sendiri sambil menghadap ke orang lain?

‘’Awalnya tuh … Wah ini saya bukan,  saya bukan ya? Itu benar nggak ya?’’  Tetapi ternyata, ketika kita membuat eye contact, take a deep breath,  kita menyiapkan diri, akhirnya (disadari);  Oh iya, ternyata energinya ini (kembali) ke diri saya gitu loh! Setelah kita mendapatkan energi, kita juga mentransfer energi ke orang lain.

Nah, ketika kita mengajak orang, itu benar-benar merasa bahwa suasana di situ itu hidup! Kita semua merasa diajak, semua orang merasa dilibatkan.  ‘’Saya rasa, itu adalah point utama dari fasilitasi ya, bahwa semua orang merasa dilibatkan,’’  

Kita semua sama, tidak ada perbedaan. Dan itu semua dirancang dengan lentur tidak sangat kaku, maka  semuanya bisa bergerak begitu saja.  

Mungkin,  menurut saya bahwa forum fasilitasi itu sebenarnya proses menciptakan ritme. Sesuatu yang ritmik dari lagu, dari gerakan, dari suara. Bahkan ketika kita ngomong A, kita kayak memberikan tekanan! lama-lama tangan kita berhenti! itu kan seperti kita memberikan komando untuk orang, ‘’Hey lihat-lihat gue dong!’’  seolah mencari atensi.

Artinya, secara tidak langsung, di luar dari apa yang kita pikirkan, kita bisa mengontrol diri kita juga ya! Seperti bagaimana sih melempar bola dengan satu lingkaran, dua lingkaran, tiga lingkaran?! Dan secara otomatis teman-teman kita pun  merasakan hal yang sama.

Terus soal mimpi. Mimpi ini kan bermacam-macam, kadang ada mimpi yang indah, ada mimpi yang tidak kita harapkan, tetapi di sini kita belajar bahwa mimpi itu bisa menjadi satu energi. Mimpi itu bukan sekedar bunga tidur.

Ketika disuruh membuat mimpi, Claudia sebenarnya merasakan agak panik! ‘’Duh…mau jadi apa ya?’’  

Ia mengaku hanya bisa bengong, sekitar dua  atau tiga menit pertama. ‘’Aku cuma lihat foto kita yang di print segede itu! Dan cuma berguman (seraya bertanya pada diri sendiri) mau jadi apa kamu?’’

Namun  setelah (hilang rasa) panik, eh… terbit harapan-harapan kecil, terhadap masalah-masalah yang dari dulu pernah dibayangkan ingin diselesaikan. Baik itu masalah internal maupun eksternal.

Setelah itu, saya seakan mencari ritme di dalam diri sendiri. ‘’Ritme itu yang coba dibawa dan disusun gitu!’’

Lantas, apa yang membuat perasaan takut, padahal hanya mimpi?

Ketika kita kecil, disuruh memimpikan sesuatu, itu gampang!

Waktu kecil kalau ditanya Orang tua, mau jadi apa setelah besar nanti? Spontan teriak, mau Jadi Dokter, jadi Pilot!

Berbeda dengan sekarang, ketika sudah dewasa setelah mengalami  berbagai kekecewaan atas impian yang dulu digambarkan tapi ternyata tidak terjadi!

‘’Mungkin mimpi itu sebenarnya adalah refleksi diri juga, dan itu juga yang kadang membuat panik dan takut,’’ tutur Claudia. Tetapi ketika sudah menyampaikannya di dalam satu panggung, apa yang dirasakan?

Kita menyadari bahwa kita menemukan banyak teman yang sama-sama optimis! Jadi energinya juga tersalurkan, artinya untuk mewujudkan mimpi kita pun,  kita membutuhkan orang lain.

Aku merasa, lanjut Claudia, kadang-kadang di usia anak-anak Gen Z itu, takut mimpi karena kita takut di judge! “ ‘’Lho Cuma mau jadi kaya’ gini?” kita takut dengan anggapan Orang.

Kadang kita merasa bahwa  setiap Langkah kita itu (dinilai) salah. Dan kita terlalu khawatir terhadap apa yang orang lain pikirkan. Padahal, kalau kita lakukan sebenarnya itu akan berhasil. Sementara kita sudah takut duluan, merasa kecil duluan.

Sebenarnya kalau kita bisa mengelola energi itu dengan baik, kemudian mengatur ritme energi itu dan menggerakan semua panca indra kita, secara tidak langsung, itu akan berpengaruh kepada teman-teman  untuk membangun menjadi suatu jaringan.

Menurut Rivani, mimpi itu sesuatu yang akan bisa bergerak ketika seluruh panca Indra kita dan orang-orang di sekeliling kita, bisa  merasakan satu energi, satu gelombang yang sama.

Begitulah perbincangna tentang proses eksplorasi energi pancaindra, yahg mereka rasakan. Terlepas dari semua itu, mereka sepakat dan benar-benar dapat merasakan bahwa perbincangan tentang hal ini pun sangat menarik. Mereka merasa bersyukur sudah mengalaminya dan bisa mendapat banyak pelajaran.

‘’Belajarnya dengan santai, tetapi biarpun santai, bisa menginternalisasi ke dalam diri masing-masing,’’ Rivani menutup perbicangan, yang dinilainya sangat seru itu, meskipun tanpa ditemani secangkir kopi!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *